PENGALAMAN MANCING DI MASA KECIL


Saya memancing sejak anak-anak sekitar tahun enam puluhan, masih SD waktu itu. Awalnya sekedar memancing belut di sungai kecil (kami menyebutnya kali) dekat rumah atau mancing lele di saluran air jl. Kerinci 7 belakang.SMP 19. Saat itu saya tinggal di jl. Dempo, Kebayoran Baru, sekolah di SDN 01 di jl. Bumi yang bersebelahan dengan SMP 19.
Kali yang hampir setiap hari saya telusuri berada di Jl. Leuser, persis di belakang RS Pertamina saat ini (dulu masih berupa lapangan tanah merah tempat sehari-hari kami main bola). Biasanya kami menelusuri kali dari jl. Barito sampai batas jl. Pakubuwono. Suatu saat saya berhenti memancing belut di kali tersebut karena yang terpancing bukan belut tetapi ular. Maklum masih anak-anak jadi belum bisa membedakan antara lubang ular dan belut. Aktifitas memancing dan main bola saat itu,  tidak jarang mendapat hadiah pukulan gagang sapu dari ibu saya .... pulang terlambat dengan baju kotor penuh lumpur tanah merah.
Walaupun hadiah itu menyakitkan pantat saya, tetap saja hari-hari berikutnya saya menyelinap pergi dan menyelinap pulang, mencari lengahnya Ibu tercinta.
Menginjak bangku SMP, bapak saya bertemu dengan sobatnya sewaktu kecil anggauta AURI yang ternyata tinggal di jl. Hang Tuah, tidak terlalu jauh dari rumah kami. Saya lupa namanya, yang saya ingat beliau punya anak bernama Teguh yang seumuran dengan saya.
Pertemuan bapak saya dan sobatnya (keduanya tukang mancing pada masa anak-anak) merubah "jadwal” mancing saya, yang tadinya tidak karuan disela-sela bermain bola, menjadi jadwal mingguan yang teratur. Setiap minggu pagi sesudah subuh, mobil dinas sobat bapak saya (dulu terkenal dengan nama mobil Gaz) telah parkir di depan rumah. Terkadang Teguh anaknya ikut, terkadang tidak. Spot mancing yang kami tuju biasanya sungai sepanjang jl. Dan Mogot sampai pintu air di Tangerang, atau merambah galian pasir di sepanjang jalan menuju Tanjung Kait. Saat ini daerah spot mancing saya dimasa itu, telah berubah menjadi gedung tinggi atau perkampungan padat penduduk.
Di masa itu, tidak sulit mendapatkan ikan lele (tentunya masih lele lokal), gabus atau keting (jenis lele tapi kecil),  ikan mas atau bahkan gurami di sungai. Yang paling saya sukai adalah pada saat memancing di bekas galian pasir. Biasanya saya menggunakan rangkaian pancing 5-10 kumis, setiap diangkat pasti terisi penuh dengan mujair 3-4 jari (waktu itu belum ada ikan nila). Yang kecil saya kembalikan ke air, sementara yang lainnya masuk ke ember besar, kalau ditimbang isinya tidak akan kurang dari 20 Kg. Tidak lama memancing, ember sudah penuh dan karena menjadi tugas saya membersihkannya di rumah, saya batasi sampai disitu, selanjutnya saya tertidur dibawah pohon sambil menunggu bapak. Saya jarang mendekati mereka ..... umpannya menjijikkan, selalu pakai umpan colek (maaf = umpan dicolek ke kotoran manusia). Waktu itu belum ada yang menjual umpan seperti yang sekarang banyak dijual di toko pancing, jadi mereka selalu membuat umpan sendiri.
Akhir masa sekolah di SMA VI Bulungan yang muridnya dari dulu sampai sekarang suka tawuran itu, menjauhlah kegiatan mancing dari kehidupan saya. Sibuk membantu orang tua dagang getuk lindri dan kue mangkok (tugas saya mengantar ke beberapa kantin), sibuk pacaran masa remaja, sibuk mengarang cerpen dan bikin puisi dan juga ikut sibuk demo KAPPI/KAMI di jaman tahun 65. Kuliah sebentar di Krisna Dwipayana, kemudian bekerja di beberapa koran/majalah mingguan serta perusahaan swasta lain dan akhirnya menikah.
Sampai anak ke 3 lahir dan beranjak besar, akhirnya saya pindah ke kota Bogor.  Di tahun 1979 Bogor masih sepi, tanah di Cibeureum Bogor Selatan yang sekarang saya tinggali hanya berharga 2.000 rupiah per meter. Hari Minggu pertama sejak pindah, kegiatan yang saya lakukan adalah memancing. Kebetulan tidak jauh dari rumah ada kolam pemancingan harian. Saya masih ingat bayarnya cuma 2.500 rupiah sehari penuh. Siang harinya, istri mengantar makanan ke kolam diiringi anak-anak yang masih kecil .... kenangan masa lalu yang indah. Sayang cuma 2 kali bisa saya lakukan, kegiatan kerja di Jakarta menghalangi saya untuk aktifitas memancing seperti itu. BERSAMBUNG

1 komentar: